Sabtu, 24 Mei 2014

Anatomi Fisiologi

Mekanisme Siklus Jantung

Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berotot yang berongga dan berbentuk kerucut. Jantumg terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) disebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior. Jantungmemiliki pangkal yang lebar di sebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar.
Proses Mekanisme siklus jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul satelah repolarisasi otot jantung.
Selama diastole ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol. Karena aliran darah masuk secara kontinu dari system vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlaha-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel, sehingga terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanna ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium tetap sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap terbuka.
Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal sebagai volume diastolik akhir(end diastilic volume,EDV), yang besarnya sekitar 135 ml. Selama sikluus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian, volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel selama siklus ini.
Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Secara simultan, terjadi kontraksi atrium. Pada saat pengaktifan ventrikel terjadi, kontraksi atrium telah selesai. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan yang terbalik ini mendorong katup AV ini menutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV telah tertutup,tekanan ventrikel harus terus meningkat sebelum tekanan tersebut dapat melebihi tekanan aorta. Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukakan katup aorta pada saat ventrikel menjadi bilik tetutup. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu ini disebut sebagai kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan panjang konstan). Karena tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel, volume bilik ventrikel tetap dan panjang serat-serat otot juga tetap. Selama periode kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tetap.
Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, kautp aorta dipaksa membuka dan darah mulai menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketiak darah dipaksa berpindah dari ventrikel ke dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-pembuluh yang lebih kecil. Volume ventrikel berkurangs secara drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi (penyemprotan) ventrikel.
Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna selam penyemprotan. Dallam keadaan normal hanya sekitar separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikell pada akhir diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada akhir sistol ketika fase ejeksi usai disebut volume sistolik akhir (end sistolik volume,ESV), yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam ventrikel selama siklus ini.
Jumlah darah yang dipompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal sebagai volume /isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan vvolume diastolik akhir dikurangi volume sistolik akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel sebelum kontraksi dan setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama kontraksi.
Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun dibawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume bilik tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi ventrikel dan tekanan terus turun. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, katup AV membuka dan pengisian ventrikel terjadi kembali. Diastol ventrikel mencakup periode ralaksasi isovolumetrik dan fase pengisian ventrikel.
Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaan, sehingga atrium berada dalam diastol sepanjang sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri. Karena darah yeng masuk ini terkumpul dalam atrium, tekanan atrium terus meningkat. Ketika katup AV terbuka pada akhir sisitl ventrikel, darah yang terkumpul di atrium selama sistol ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengn demikian, mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat karena peningkatan tekanan atrium akibat penimbunan darah di atrium. Kemudian pengisian ventrikel melambat karena darah yang tertimbun tersebut telah disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, sewaktu pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali mengeluarkan potensial aksi dan siklus jantung dimulai kembali.

sumber : 
http://fisiologijantung.blogspot.com/2011/01/mekanisme-siklus-jantung.html 

Proteksi Radiasi

pengertian Proteksi Radiasi


                   Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi ini kadang-kadang dikenal juga sebagai proteksi radiologi ini memiliki beberapa pengertian yaitu :
  §  Proteksi radiasi adalah perlindungan masyarakat dan lingkungan dari efek berbahaya dari radiasi pengion , yang meliputi radiasi partikel energi tinggi dan radiasi elelktromaknetik..
    Proteksi radiasi adalah suatu system untuk mengendalikan bahaya radiasi dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan.
§    Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
§      Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
§      Menurut BAPETEN, proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya, orang disekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama meliputi :
         1.    Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif
         2.  Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang diterima organ/ jaringan
         3.    Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
         4.   Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.

               2.2.       Macam-macam Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
    Proteksi radiasi kerja merupakan perlindungan pekerja.
  §  Proteksi radiasi medis merupakan perlindungan pasien dan radiografer, dan
  §Proteksi radiasi masyarakat merupakan perlindungan individu, anggota masyarakat, dan penduduk secara keseluruhan.
Jenis-jenis eksposur, serta peraturan pemerintah dan batas paparan hukum yang berbeda untuk masing-masing kelompok, sehingga masing-masing harus dipertimbangkan secara terpisah.

                      2.3.       Falsafah Proteksi Radiasi
Falsafah proteksi radiasi disebut juga dengan tujuan proteksi radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi adalah sebagai berikut :
       1.    Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan
       2.    Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Pengalaman telah membuktikan bahwa dengan menggunakan system pembatasan dosis terhadap penyinaran tubuh (baik radiasi eksterna maupun internal) kemungkinan resiko bahaya radiasi dapat diabaikan petugas proteksi radiasi dengan mengikuti peraturan proteksi radiasi dan menggunakan peralatan proteksi yang canggih dapat menyelamatkan pekerja radiasi dan masyarakat pada umumnya.
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi adalah :
        a.    Meniadakan bahaya radiasi
        b.    Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia
        c.    Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi
Untuk menerapkan tiga prosedur proteksi radiasi di atas dilaksanakan oleh petugas proteksi radiasi. Prosedur utama cukup jelas dengan mentaati dan melaksanakan peraturan proteksi radiasi; kedua dengan merancang tempat kerja dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik dan penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman dan selamat; dan ketiga memerlukan pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya dengan menggunakan alat pemonitoran perorangan, pemonitoran lingkungan dan surveimeter.
Para penguasa instalasi nuklir sesuai dengan segala keturunan yang berlaku wajib menyusun program proteksi radiasi sejak proses perencanaan, tahap pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi. Program proteksi radiasi ini dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya kecelakaan radiasi. Dalam penyusunan program ini diperlukan adanya prinsip penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian suatu ignstalasi nuklir sesuai dengan rekomendasikan oleh Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP).
Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, faktor keselamatan manusia harus mendapatkan prioritas utama. Program proteksi radiasi bertujuan melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah terjadinya kecelakaan radiasi sehubungan dengan pengoperasian instalasi nuklir, yaitu :
             1.    Adanya peraturan perundangan dan standar keselamatan dalam bidang keselamatan nuklir;
             2.    Pembangunan instalasi nuklir dilengkapi dengam sarana peralatan keselamatan kerja dan sarana pendukung lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memperhatikan laporan analisis keselamatan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
             3.    Tersedianya personil dengan bekal pengetahuan memadai dan memahami sepenuhnya tentang keselamatan kerja terhadap radiasi.

                2.4.       Acuan Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi maupun anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Nilai batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas turunan dan nilai batas ditetapkan. Sedang tingkat acuan terdiri atas tingkat pencatatan, tingkat penyelidikan dan tingkat intervensi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara langsung. Sedang dalam pelaksanaan program proteksi, rancangan program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat menunjukan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan nilai batas dosis. Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu untuk memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai dengan nilai batas dasar. Sedang nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instalasi. Nilai batas ditetapkan umumnya lebih rendah dari nilai batas turunan, namun ada kemungkinan nilai keduanya adalah sama.
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas, tetapi dapat digunakan untuk menentukan suatu tindakan dalam suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi radiasi memerlukan perencanaan yang hati-hati dalam menentukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika nilai suatu besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini secara operasional akan sangat membantu penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan, yaitu :
            1.    Tingkat Pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
            2.    Tingkat Penyelidikan,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
           3.Tingkat Intervensi,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasi normal.

                    2.5.       Asas-asas Proteksi Radiasi
Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut juga prinsip-prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas beberapa macam yaitu asas legislasi yang sering disebut asas justifikasi yang artinya pembenaran, asas optimalisasi dan asas limitasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
            1.    Asas legislasi atau justifikasi yang artinya pembenaran
Penerapan asas justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar sebelum tenaga nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya lebih kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Berikut adalah contoh penerapan asas legislasi atau justifikasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
   §  Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat di roentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut akan tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu tersebut melahirkan.
   §  Jika seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa rekomendasi dari dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.
   §  Seorang radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.
            2.    Asas Optimalisasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara saksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
Tujuan dari asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk mendapatkan hasil optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu maupun kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki, dan biaya yang  murah. Asas optimalisasi sangat ditekankan oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini dimaksudkan untuk meluruskan kesalahpahaman tentang sistem pembatasan dosis yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Baik asas optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada pertimbangan faktor-faktor ekonomi dan sosial, dan tidak semata-mata menekankan pada rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun masyarakat. Berikut adalah contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
   §  Pada saat mengisi kaset radiografer harus memperhatikan kaset yang akan digunakan, ukuran film yang sesuai dan jumlah film yang dimasukkan ke dalam kaset.
   §  Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan dan tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
   §  Sebelum dilakukan pemeriksaan radiografer terlebih dahulu harus memberikan instruksi yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari sehingga pasien tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
             3.    Asas Limitasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Yang dimaksud Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem) per tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem) per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem) per tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya. Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui. Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
   §  Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah jumlah radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45. Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi tersebut.
    §  Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan.
    §  Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan kebutuhan. Sebab semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang diterima oleh pasien begitupun sebaliknya.

RADIOFOTOGRAFI


Minggu, 02 Juni 2013


AUTOMATIC PROCESSING

A.   Pengertian Pengolahan Film Secara Otomatis
Dalam dunia radiografi, pengolahan film yang dilakukan tidak hanya dengan cara manual, tetapi ada pengolahan film dengan cara lain yaitu pengolahan film secara otomatis (automatic processing). Automatic processing mempunyai pengertian pengolahan film yang dilajukan secara otomatis dengan menggunakan mesin pengolahan film untuk melakukan pekerjaan pengolahan film yang biasanya dilakukan oleh manusia.
Dalam automatic processing, semua telah diatur oleh mesin mulai film masuk ke developer, ke fixer hingga film keluar dari mesin dalam keadaan kering. Automatic processing dikenal juga dengan istilah dry to dry yang artinya film masuk dalam keadaan kering dan keluar juga dalam keadaan kering, tidak seperti pada pengolahan film secara manual dimana film masih harus dikeringkan beberapa saaat sebelum akhirnya kering.


B.   Alasan Digunakannya Automatic Processing
Automatic processing saat ini banyak digunakan di hamper setiap rumah sakit. Hal ini disebabkan karena alasan-alasan di bawah ini :
Ø  Pengolahan film bisa dilakukan dengan cepat
Karena pengolahan film dilakukan oleh mesin maka total waktu yang dibutuhkan hingga film selesai dip roses membutuhkan waktu yang cukup singkat. Pada beberapa mesin prosesing, total waktu pengolahan film bervariasi mulai dari yang paling lama 120 detik hingga yang paling cepat 90 detik.
Ø  Pekerjaan yang dilakukan lebih praktis dan bersih
Cairan yang digunakan untuk mengolah film, semua berada di dalam mesin, sehingga tidak akan terjadi tetesan air di kamar gelap seperti halnya pada pengolahan film secara manual. Selain itu pekerjaan pengolahan film ini menjadi praktis, karena tidak lagi diperlukan hanger untuk menjepit film sebagaimana pada manual, sebab mesin automatic processing memiliki roller yang salah satu fungsinya adalah menjepit film selama prosesing berlangsung.
Ø  Pengolahan film mempunyai waktu yang standar
Karena mesin yang melakukan pengolahan, maka waktu pengolahan film telah diatur berapa lamanya oleh mesin ini. Pada pengolahan film secara manual waktu untuk pengolahan film untuk setiap orang yang mengerjakannya bisa berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan pendapat tiap orang berbeda dalam menentukan apakah gambaran yang dihasilkan sudah cukup baik atau tidak mengingat dalam pengolahan manual film yang sedang dip roses di developer bisa dilihat di bawah safelight.

Ø  Kamar gelap yang digunakan relative lebih kecil disbanding manual processing, bahkan untuk beberapa jenis mesin prosesing tertentu ada yang tidak memerlukan kamar gelap (day light system).
Ø  Total cost untuk keseluruhan biaya bisa lebih murah disbanding dengan manual. Harga satu alat automatic processing terkesan memang mahal, tetapi dengan penggunaan automatic processing tidak dibutuhkan lagi kamar gelap tang besar, ini artinya ada penghematan tempat.
Selain itu penghematan waktu juga terjadi mengingat waktu pengolahan film otomatis lebih cepat dibandingkan dengan pengolahan film secara manual. Ini berarti pasien yang bisa dikerjakan pada waktu tertentu, jumlahnya bisa lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan pengolahan film secara manual.

C.   Tahapan Pengolahan Film Secara Otomatis
Prinsip yang digunakan pada pengolahan film secara otomatis sebenarnya sama dengan pengolahan film secara manual. Namun pada pengolahan film secara otomatis tidak terdapat tahapan rinsing. Hal ini dikarenakan tahapan rinsing telah digantikan oleh roller yang berada di dalam mesin automatic processing. Tahapan-tahapan yang ada pada automatic processing adalah Developing, Fixing, Washing dan Drying.

Semua tahapan di atas sama dengan manual seperti bagaimana proses di developer, fixer hingga masuk ke dryer. Perbedaannya hanya pada proses ini cairan yang digunakan untuk developer dan fixer tidak boleh yang berjenis powder.

Developer dan fixer untuk pengolahan film secara otomatis hanya boleh dari jenis liquid. Hal ini disebabkan pada developer dan fixer dari jenis powder masih ada beberapa Kristal dari developer dan fixer yang tidak larut dalam cairan sehingga jika digunakan pada mesin automatic processing, kristal ini dapat menempel pada roller yang kemudian akan berakibat tergoresnya film saat roller menjepit film.


D.   Sistem Transportasi Film
Jika membahas mengenai pengolahan film secara otomatis, maka sudah pasti dibahas mengenai system transportasi film karena bagian-bagian lain sama dengan pengolahan film secara manual dan sudah pernah dibahas pada bab sebelumnya. Sistem transportasi film pada pengolahan film secara otomatis meliputi system film masuk (feeding system) dan system roller.
Ø  Sistem Film Masuk (Feeding System)
Sistem film masuk meruapakan system yang bekerja saat film mulai masuk ke dalam mesin automatic processing. Sistem film masuk ini terdiri dari dua jenis yaitu manual dan otomatis. Berikut dari masing-masing system tersebut :
v  Sistem Manual
Untuk yang manual, system film masuknya (feeding system) menggunakan microswitch yang diletakkan diatas roller pada tempat masuknya film (feed tray).
Cara kerjanya adalah film yang dimasukkan melewati feed tray akan menekan roller ke atas. Tekanan ini akan mengaktifkan microswitch. Bila microswitch aktif, maka semua mekanik dari mesin prosesing akan bergerak, termasuk system roller dan replenisher.
v  Sistem Otomatis
Untuk yang otomatis, system film masuknya (feeding system) menggunakan detector infrared yang diletakkan pada tempat masuknya film (feed tray).


Cara kerjanya adalah film yang dimasukkan melewati feed tray akan memutus hubungan infrared. Pemutusan hubungan infrared ini akan mengaktifkan semua mekanik dari mesin processing yang meyebabkan mesin akan bergerak, termasuk system roller dan replenisher.

Ø  Sistem Roller
Roller adalah silinder yang akan mentransportasikan film di dalam mesin prosesing. Roller terbuat dari bahan yang tidak korosif atau tidak bereaksi terhadap cairan prosesing seperti developer dan fixer. Bahan yang biasa digunakan adalah nylon, atau stainless steel yang dibungkus dengan rasin-epoxy. Sistem roler transportasi terdiri dari, penggerak utama, dan sejumlah roller penggerak film pada tangki cairan :
a.   Ketika film ini ditempatkan di baki dua roler menarik film tersebut ke dalam mesin. Sebuah tombol mikro biasanya digunakan sebagai alat pengaman untuk memperingatkan operator ketika lebih dari satu film ditempatkan dalam mesinpada saat yang sama. Juga, saklar mikro akan aktif ketika sistem sedangberoperasi.
b. Film ini bergerak sirkuler melalui jalurnya dan vertikal ke bawah masuk kedalamcairan developer melalui serangkaian roler menyusun mengitarisusunan roler lalu bergerak vertikal ke atas, melewati rol yang lain. Bergerak dengan cara yang sama melalui bahan kimia.
c.   Roler bergerak melewati rangkaian roler melalui poros penggerak utamadijalankan oleh motor penggerak. Melalui serangkaian roda gigi, gir, gerak mekanik yang diberikan kepada rol dari penggerak utama.

Pada pembahasan mengenai roller ini, pembahasan akan terbagi menjadi dua yaitu fungsi roller dan susunan roller.
v  Fungsi Roller
Roller dalam pengolahan film secara otomatis mempunyai fungsi sebagai berikut :
·         Menggerakkan film dengan kecepatan sama pada setiap kompartemen.
Film yang masuk ke dalam mesin prosesing, akan ditransportasikan dan digerakkan oleh roller ini. Roller ini akan menjepit film di kedua sisinya, kemudian bergerak dengan kecepatan yang sama, sehingga film akan terbawa. Film ini bergerak dengan kecepatan yang sama pada setiap kompartemen (ruangan), maksudnya di ruangan developing, fixing, dan washing.
·         Untuk memeras film yang membawa cairan prosesing.
Saat film masuk ke developer, maka film akan membawa cairan ini pada tahap berikutnya.

Pada system manual, sebelum masuk ke dalam fixer, film akan masuk ke rinsing terlebih dahulu untuk proses pembilasan. Pada system otomatis peran rinsing digantikan dengan roller. Saat membawa film dengan cara menjepit dan menggerakkannya, maka dengan sendirinya film akan diperas oleh roller. Itulah mengapa pada system pengolahan film otomatis tidak memerlukan rinsing.

·         Memberi kontribusi terhadap agitasi cairan.
Agitasi yang biasa dilakukan pada system pengolahan film manual dilakukan oleh manusia, pada system pengolahan film secara otomatis dilakukan oleh roller. Dengan pergerakan roller maka secara otomatis akan menggetarkan film itu sendiri. Ini berarti telah terjadi agitasi.

v  Susunan Roller
Roller yang digunakan pada mesin automatic processing, disusun sedemikian rupa sehingga film yang berada di dalam mesin akan terjepit sempurna saat melewati kompartemen yang berisi cairan prosesing. Susunan roller yang berada di dalam mesin automatic processing terbagi menjadi dua yaitu :
·         Roller yang disusun berhadapan
Pada jarak tertentu terdapat dua roller yang disusun berhadapan. Dengan susunan seperti ini roller bisa menjepit film secara sempurna, sehingga tidak terjadi kemacetan transportasi film (film jamming) di dalam mesin. Pada susunan ini jumlah roller yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan susunan lain.
·         Roller yang disusun secara zig-zag
Pada susunan ini, roller disusun secara zig-zag, artinya jika pada sebelah kanan terdapat roller, maka roller berikutnya ada dibagian bawah di sebelah kiri jadi tidak berhadapan seperti pada susunan di atas.

Pada susunan roller seperti ini, masih ada kemungkinan film mengalami kemacetan pada transportasi (film jamming). Susunan seperti ini membutuhkan lebih sedikit roller dibandingkan dengan susunan di atas.
Pada ujung atas dan bawah susunan roller, baik pada susunan roller yang saling berhadapan maupun susunan roller secara zig-zag, terdapat bagian yang disebut dengan guide plate. Guide plate adalah semacam lempengan yang terbuat dari logam anti korosif biasanya terbuat dari stainless steel, yang berfungsi untuk mengarahkan film menuju roller yang berada pada kompartemen berikutnya. Dengan adanya guide plate ini, film tidak akan kehilangan arah sehingga akan masuk ke kompartemen berikutnya secara tepat melalui transportasi roller.
Semua emulsi film lama- kelamaan akan rusak dari sejak di buat pabrik,cepat tidaknya rusak tergantung pada kondisi penyimpanannya, tingkat kerusakannya tidak begitu berarti sampai batas waktu “expire date” atau kadaluwarsa yang tercantum pada kotak pembungkus film. Bila kondisi penyimpanannya kurang baik maka akan lebih cepat rusak.
Kondisi penyimpanan yang baik adalah :
1.      Suhu kira-kira 13 .
2.      Kelembaman udara maksimum 50 % yaitu dalam keadaan dingin atau kering. Kerusakan emulsi film tersebut berupa semakin besarnya fog level dan berkurangnya speed dan kontras.
3.      Terlindung dari radiasi pengion (sinar-X) dab sinar gamma.
4.      Jauh dari bahan kimia seperti developer dan fixer.
5.      Tidak terjadi tekanan mekanik baik antara kotak-kotak film sendiri atau benda-benda lain.
                                                                                                     
Bil  a syarat-syarat penyimpanan tidak di penuhi akan menimbulkan:
1.      Fog level meninggi
2.      Sensifitas fil menurun
3.      Kontras film menurun
Pe   penyimpanan film di gudang dengan kondisi :
1.      Udara dingin dan kering
2.      Sirkulasi atau vertilasi udara cukup
3.      Film harus di simpan dalam kondisi berdiri untuk mencegah terjadinya “presure marka” agar tidak terjadi tekanan mengakibatkan film akan terdapat goresan ataupun tanda yang merusak film.
4.      Harus disusun menurut “expire date”
5.      Temperatur 20 
6.      Hindari dari bahan radioaktif

Pe   penyimpanan di kamar gelap :
1.      Disimpan diatas meja yang kering
2.      Dibuka dalam keadaan gelap
3.      Disimpan tegak
4.      Box film harus selalu dipastikan tertutup .gunanya untuk menjaga agar film terhindar dari radiasi sinar-x.
Pe   penyimpanan di kamar pemeriksaan :
1.      Di dalam kaset
2.      Jauh dari sumber radiasi baik itu radiasi primer ataupun radiasi sekunder.
3.      Dipisahkan antara film yang sudah di ekspose dengn yangn belum